Wednesday, July 6, 2016

#2 Si Bungsu

Assalamu'alaikum


Posting kedua dalam rangkan #30daysblogproject kali ini adalah tentang pandangan Hana menjadi seorang anak bungsu. Sebenernya mungkin pembahasan selanjutnya gak bisa digeneralisir terjadi pada seluruh anak bungsu di dunia sih, kadang kalau gue cerita macam ini ke temen-temen gue yang juga anak bungsu mereka gak ngerasa hal yang sama :') Tapi buat gue, perihal menjadi anak bungsu adalah salah satu hal yang mendewasakan gue. Bahkan kadang gue suka membatin (tapi batinannya berlebihan HAHA) bahwa ada 2 hal yang mungkin sangat mempengaruhi cara gue melihat hidup 1. menjadi anak bungsu dan 2.terbiasa soliter.

Menjadi anak terakhir dan perempuan satu-satunya adalah kehormatan bagi gue. Halah bahasanya kehormatan bgt wkwk. Tapi that's true. Terlebih punya kakak-kakak yang kece-kece pisan. Jarak gue dan kakak-kakak cukup jauh yaitu 8 dan 5 tahun, sehingga pas sekolah udah beda kurikulum.

Dulu dalam suatu percakapan di mobil (ketika kami masih sama-sama belia) kami pernah punya suatu bahasan yang debateable bgt, kira-kira begini..

"Jadi anak pertama tuh harus jadi contoh buat adek-adeknya"
"Nah lebih berat anak tengah kan, jadi contoh dan bisa nyontoh kakak pertama"
"Jadi anak terakhir juga susah karena nanggung nama kakak-kakaknya."

wkwk entahlah, bahasan ini nampak ringan dan childish. Nampak kayak berantemnya anak SD. Tapi suka jadi bahan pemikiran sehari-hari juga :) hingga sekarang.

Lanjut. Disatuin di SD yang sama ngebuat nama keluarga gue menjadi familiar di sana. Apalagi nama kami rada perancis-perancis gimana gitu yha :'D SMP pun gue satu sekolah sama kakak kedua, yang kadang ngebuat minder karena doi pinter banget.

Akhirnya gue memutuskan untuk memilih SMA yang berbeda dari kedua kakak. Salah satu alasannya mungkin karena gak mau lagi hidup di bawah bayang-bayang mereka. Konyol memang, tapi alasan ini sebenarnya bukan hanya perihal ego melainkan juga keinginan untuk membangun jalan sendiri. Hidup di bawah bayangan orang lain yang notabene masih satu nama keluarga kadang sebenernya asik: bisa tau tips dan trik survive di sana, bisa lebih mudah mengakses interaksi sosial, bisa bawa-bawa nama kakak kalau diajak ngobrol wkwk. Tapi pada saatnya gue memang harus keluar dari umbra, maka gue memilih demikian.

Kata orang, menjadi anak terakhir berarti dimanja. Gue memang anak yang paling dekat dengan orang tua, dan itu pula yang menyebabkan gue di bawa kemana-mana, ke arisan, ke acara keluarga, ke bukber ini, ke nikahan itu (((Dan baru sadar udah lama gak ikut ke nikahan))), terus kalau dikenalin ke orang nyokap, seringkali akan bilang:

"Ini anak ku yang paling kecil"

dan respon orang itu kan jadi "wah anaknya udah gede-gede ya mbak?", "wah anak perempuan paling kecil paling disayang", "Wah kakak-kakaknya umur berapa mba?" (padahal aku juga mau ditanya loh tante), "wah Hana udah gede, udah punya pacar?" (lah ini beneran ditanya sih) or elses yang berbau demikian.

Is dat tru anak terkecil paling dimanja?

Gak semua anak bontot begitu sih, but in my case iya.

Tentu menyenangkan karena bisa banyak berbagi bersama ortu. Terkhusus ketika abang-abang sayang sudah pada tidak tinggal di rumah :')
Pun abang-abang ini juga suka memastikan adiknya baik-baik saja, memberikan nasihat (terlihat bijak yha, padahal ngasih nasihatnya kadang penuh guyon wkwk), mengantar-jemput adik yang doyan kelayapan (tapi doyan ngansos di rumah juga), mengajari, mengirimkan gift di game facebook sehingga akun kami sukses, dan lain-lain.

Tapi yang lucu adalah pendidikan dalam rumah yang memanjakan-hidup-Triana seringkali berkebalikan dengan pendidikan di luar rumah yang menuntut Triana-harus-serba-mandiri. Disertakan dalam pramuka, dimasukin tempat les macem-macem tanpa temen, dan Hana yang pas SMP SMA milih ekskur macam paskib dan pecinta alam membuatnya agak kontradiktif. Sehingga ada masanya keduanya berbenturan: ketika keinginan untuk bebas dan kesediaan untuk dilepas tidak beririsan di suatu diagram venn. Masa-masa itu cukup stressing, masa-masa itu cukup ngebuat gue berpikir "jadi anak terakhir gini amat ya", tapi semua itu hanya nafsu-nafsu pribadi. Ketika sejatinya gue paham bahwa ini adalah fitrah orang tua ketika ingin anaknya berada dalam keadaan aman (dan tidak macem-macem).

Apakah keinginan bebas itu masih ada? ya sampai sekarang iya. Tapi pada suatu titik di masa SMA gue menemukan jawaban. Keinginan akan sesuatu yang gue dambakan dan kapasitas diri gue mungkin memang belum sama :) So, buat kamu yang merasakan hal sama bagi gue kuncinya hanya satu: menunjukan ke orang tua bahwa kamu pantas melakukan apa yang kamu mau. Bukan dengan membangkan, melainkan dengan berkembang.

*Ini PR banget dan menantang banget sih, sampe sekarang pun gue belum bisa memenuhi semuanya :'( *

Next

Kalau kalian seneng banyak buku Tere-Liye mungkin tau serial anak mamak. Dan anak terakhir mamak yang diceritakan adalah Amelia. Amelia ini anak terakhir, dan sering kali ditakut-takuti kakak-kakaknya bahwa dia akan jadi penjaga rumah. Dalam artian, masa dewasanya akan di habiskan bersama mamak dan bapak di rumah, tidak seperti kakak-kakaknya yang bebas melanglang jauh.

Apakah ini semacam jobdesc anak terakhir?

Iya ataupun tidak, itu tentang bagaimana orang tua kalian dan diri kalian (jika kalian anak terakhir) memandang peran. Gue dulu sepertinya juga pernah dibilang "Nanti kalau udah besar kamu tinggal di rumah ya, gapapa kerja, nanti anaknya ibu yang urus", asdfghhjkl bagi kamu yang mendamba hidup bebas seperti gajah di wildlife kamu tentu akan bingung menghadapi momok demikian. Bagi aku pun dahulu begitu.

Tapi beranjak dewasa gue mulai berpikir sepertinya itu gak salah.
Dalam hidup, selalu ada pembagian peran. Dan masing-masing harus ambil bagian.

In the end,
Kalau kalian punya adik-adik anak bungsu
Saranku, kuatkan diri mereka untuk menjadi dirinya sendiri
Tanpa mengulangi kesalahan-kesalahan diri masa lalu

Kalau kalian sendiri adalah anak bungsu
Saranku, ambil hikmah sebanyak-banyaknya karena kamu spesial :)
Saranku, jangan jadikan 'dimanja'mu sebagai penghalang mu berkembang
Karena mungkin kemampuan memanjakan (ortu) akan jadi jobdesc kita di suatu waktu

Yap, anak terakhir mungkin seringkali jadi harapan terakhir pula.
Maafkan Hana jika belum bisa sehebat abang-abang kece.
Soalnya aku bakal lebih kece dari mereka :)

hehe

Flamboyan, ditulis 4 Juli 2016
Adik perempuan favorit rumah ini,
Triana

bonus kisah anak terakhir

syarat dari ayah
hana: "ayah aku pengen ini"
ayah: "ya boleh kalau kamu udah lebih besar dari kakak"
hana: "....."

No comments:

Post a Comment