2020 adalah tahun di mana aku belajar baking. Tahun ketika keluarga terdekat ku berkali-kali mengingatkan ku bahwa aku harus belajar masak, dan berkali-kali juga aku mengabaikannya. Di tahun yang sama, aku ditugaskan mengetik ulang resep-resep nenek yang ku panggil dengan sapaan "Bundo". Resep-resep Bundo diketik dengan mesin tik dan kebanyakan resep tidak memiliki takaran standar. Bundo ejak muda sudah berkelana dan berpindah-pindah dari satu negara ke negara lainnya, sehingga resepnya sangat beragam. Beberapa halaman akan menampilkan menu-menu khas Bukittinggi -- tempat ia lahir dan tumbuh besar -- di halaman lainnya dapat ditemukan ragam masakan Cina, Belanda, sampai Yugoslavia. Dari makanan pembuka, utama, dan penutup, semua ada. Mengetik buku resep harusnya jadi tugas yang mudah saja, sekadar mengetik ulang apa yang ada di lembar-lembar cetak. Tapi bagi ku pengalaman tersebut membuat ku dapat mengintip dunia Bundo, membayangkan sosok gesitnya bergemul dengan uap panas d...
Bukan lagi bahas lagu fourtwnty. Pada dasarnya, kita selalu bergerak dari satu episode kehidupan ke satu episode yang lain. Pada tiap-tiap episode, ada latar, klimaks, dan konfliknya masing-masing. Sampai suatu hari kita jadi terbiasa dengan rupa-rupa hidup dalam episode tersebut. Lalu ternyata sudah waktunya naik level. Naik level. Suatu momen yang melejitkan harapan akan suatu alur hidup yang lebih cerah. Dalam konteks episode hidup baru, berarti ada saja yang berbeda. Apakah ada tokoh baru? protagonis atau antogonis ya? Apakah ada latar baru? Di taman penuh bunga atau kantor kelas menengah? Apakah ada konflik baru? Dicakar kucing atau dipatuk belalang? Naik level berarti episode yang sebelumnya tak kau kenal. Barangkali episode yang tak lagi zona nyaman. Kamu belum kenal konflik yang akan menjadikanmu kuat lagi. Kamu mungkin baru mengenal beberapa bala bantuan, yang hari ini pun kau tak tahu kapan mereka tepat guna. Sejatinya selalu begitu. Kita berpindah. Kita tak konstan. ...
"Bu gedungnya bagus, gedung apa itu?" tanya ku pada ibu. Hari ini kami mengarungi berbagai arah mata angin untuk memenuhi misi ibu mencari busana. Ibu menjawab, "setiap gedung punya cerita". Sontak aku tertawa. Kalimat yang ibu ucap adalah kata-kata tokoh yang diperankan Nicholas Saputra dalam film terbarunya. Tapi, aku juga tertawa karena secara personal, aku memandang tiap benda punya ceritanya. Jadi mendengar ibu berucap demikian, rasanya kayak recall isi kepala ku akhir2 ini :)) *** Cara ku memandang benda, tempat, dan peristiwa adalah keterampilan yang ingin aku syukuri sampai akhir hayat. Kalau boleh, ingin ku jaga ia tetap menyala selamanya. Bayangkan jika kemana-mana kamu selalu membawa stoples di dalam kepala. Stoples itu bukan berisi biskuit atau kue bawang, stoples itu berisi kata-kata. Dan dalam langkah ku, pikir ku sibuk merangkai prosa tentang tatap, tentang tawa, ataupun tentang noda di tembok seberang. Kadang desir bisiknya hanya menjadi...
Comments
Post a Comment