Saturday, October 18, 2014

Lahirnya Gelombang

Assalamu'alaikum.

Salam sejahtera wahai manusia-manusia yang entah bertujuan atau nyasar ke situs ini :)

Ge-lom-bang

sebuah kata dualisme. Di satu sisi, dia materi fisika yang lagi gue pelajari. yang penuh dengan lamda frekuensi periode x y theta cos sin velocity fase amplitudo dsb. Di sisi lain, dia penantian gue selama 3 tahun terakhir. #lebay

Meski dengan kesibukan penghujung SMA ngebuat perasaan anxious ini gak terlalu 'berasa' gak kayak pas dulu nunggu-nunggu novel serial supernova ke 4 yaitu pertikel, lahir. Tapi ini cukup jadi amunisi sekaligus destruksi buat UTS yang baru aja gue jalanin. Bayang-bayang Gelombang bakal lahir bertepatan dengan selesainya UTS ituloh.. menggiurkan.

Dan saat-saat ulangan PLH adalah saat di mana..
"Aduh.. ini kayaknya jawabannya A.. tapi B juga bisa. Bentar lagi ke Gramedia beli Gelombang. Pokoknya pulang sekolah langsung caw.." #lah



 Dan kini rencana itu telah jadi past tense. Tadinya sambil ngebatin untuk gak baca terlalu cepat, karena penantiannya pasti bakal jadi waktu yang lama :')  




ternyata aku kecanduan. rencana ku (kayaknya bakal) gagal.








Pas baca 1,5 halaman.. gue langsung tutup lagi bukunya. Bukan karena gak suka.. tapi karena gue menemukan energi itu lagi.. energi seorang Dee yang merasuk dalam karya-karyanya. Indah dan kuat. Kayak buku-buku sebelumnya, walaupun sampulnya terkesan "serius banget" tapi Dee kayaknya kenal betul di mana cerita harus berjalan sakral dan di mana cerita harus berjalan santai. Aakkuu ssuukkaa

Gue baru baca sampe halaman 200 kalau gak salah. Dan sosok Alfa udah memukau. Btw, di buku satu ini kental banget sama adat batak, dan kebetulan gue lagi ikut program di bimbingan belajar yang batak abisss. Jadi adalah referensi wajah dan aksen batak yang nyangkut di kepala :p

Mungkin kita bisa sama-sama tunggu posting selanjutnya untuk baca review beneran hihi


Selamat hanyut
Oleh Gelombang

Triana

Friday, October 3, 2014

Bebas katanya

Kadang aku mengagumi bagaimana waktu membawaku ke dalam dimensi yang tak terduga.
Ke sisi yang berbeda.

Dari satu mata air, ke mata air lain. Dari satu mata air, ke fatamorgana lain. Dari satu fatamorgana, ke padang kering kerontang.

Hari ini jadwal konseling di tempat bimbel, dan kayak konseling sebelumnya, sang guru kembali me-refresh persepsi bahwa bayi adalah makhluk makroskopis yang hebat. Karena dia yang tak takut salah. dats true, tumbuh besar adalah definisi lain untuk menjadi semakin berhati-hati, juga mungkin tidak berhati.

Semakin besar, gue sadar gue pun kadang semakin takut nulis pemikiran-pemikiran gue di sini. Iyasih bagus juga karena ini internet, dan kalau gak hati-hati semuanya gak bisa dihapus secara menyeluruh. Tapi jadi sedih juga ketika gue punya sudut pandang berbeda, gue malah males menyuarakan persepsi gue, padahal kalau gue diam.. dan semua orang yang berpandangan sama kayak gue diam.. dan hanya diam.. dan pandangan lain malah berapi-api.. 

kapan orang bakal mikir hal yang gue pikirin?

ternyata definisi keberanian itu rumit. 

Btw, kali ini sebenernya gue pengen keluar dari ketakutan itu untuk bersuara. Kali ini tentang "kebebasan". katanya sih begitu.

Gue masih inget waktu kecil pernah jadi anak yang nongkrong di depan teras sambil ngemil biskuit, terus mikir untuk cabut dari rumah. Pernah juga gak? temen-temen gue sih katanya pernah mikir hal yang sama. Dulu, gue ngerasa bisa keluar dari rumah itu kebebasan yang didambakan, kuliah di luar kota itu impian hidup mandiri, boleh ini itu sebebasya itu adalah sesuatu yang menggiurkan.

itu dulu, waktu internet gunanya cuman buat buka google sama neopets. sama barbie.com

tapi terus kata 'bebas' malah menurut gue sering disalah artikan.

ketika kebebasan berpendapat disalah artikan sebagai kebebasan menghujat. kebebasan provokasi. kebebasan melawan. padahal menurut KBBI:

"pen·da·pat n 1 pikiran; anggapan: dl negara demokrasi setiap orang bebas mengemukakan ~ nya2 buah pemikiran atau perkiraan tt suatu hal (spt orang, peristiwa): apa ~ mu tt isi surat ini?;menurut ~ saya, dialah yg benar3 orang yg mula-mula menemukan atau menghasilkan (sesuatu yg tadinya belum ada atau belum diketahui): Nurtanio adalah ~ pesawat terbang jenis Gelatik4kesimpulan (sesudah mempertimbangkan, menyelidiki, dsb): begitulah ~ hakim setelah mendengar keberatan-keberatan yg dikemukakan oleh pembela;"

suatu buah pemikiran cuy, bukan buah emosi. apalagi buah apel. itusih enak.
Lagian buah pemikiran bukan sesuatu yang pasti benar, palagi kalau gak ditunjang eee tunjang kan kaki sapi.

terus

ketika kebebasan memilih jadi alasan, yang gue sering denger sih dari kaum ciwi-ciwi.

"Lah perempuan sama laki-laki kan sama aja, gue berhak juga dong ngelakuin apa yang dia lakuin"

Sebagai perempuan yang doyan berlapangan, masa gue malah kurang setuju. Iya kita sih perempuan, bukan berarti gabisa main bola, gabisa manjat pohon, gabisa jadi pembalap F1, gabisa jadi wartawan (kata seseorang gue gabisa jadi wartawan...............tapi bisa jadi wartawati), gabisa benerin mesin mobil, de el el. Iya kita punya the power of multitasking dan multitalented (bagi kamu yang emang begitu), tapi bukan berarti jadi kebablasan dong yeah.

 Gue merasa, gak segala hal harus ditamengi dengan perihal emansipasi wanita. Kadang emang kita harus akui kita berbeda. Punya kodrat beda juga sebagai seorang wanita. Punya kemampuan mengolah emosi yang beda juga dgn pria. Punya kemampuan fisiologis yang beda juga kan?  Kalau kodrat beda, kewajiban ya ada yang beda pula, terus mau hak yang sama? HEHE.

Kayaknya sebenernya ini yang ngeganjel hati. Juga tentang hak asasi yang harusnya diiringi penjalanan kewajiban asasi.

Intinya bagi gue kebebasan itu adalah x dalam interval. Punya batas. Boleh kok kalau semangat banget menuntut kebebasan, untuk teman-teman kita yang sedang terkekang. Untuk sahabat-sahabat kita di belahan bumi lain yang sedang mencari-cari tempat aman untuk berlindung di bawah gulita, untuk sahabat-sahabat kita yang sedang memperjuangkan diri keluar dari belenggu, Untuk satwa-satwa yang sedang dalam ancaman kepunahan. Mereka berhak hidup lebih bebas. Hidup dalam interval kebebasan yang lebih longgar, yang tak lagi membuai mereka dengan sesak akan napas.

Dan dalam pandangan gue, bukan membesar-besarkan interval kebebasan yang sudah pas di diri kita. nilai diri x kita, kalau ditambahkan atau dikurangkan mungkin gak akan sampe ke titik maksimumnya. ke titik performa terhebat diri kita, kualitas diri yang paling hatjep.

Gue pun masih suka berandai-andai jadi remaja yang punya kebebasan lebih untuk pergi ke mana-mana sendiri, apalagi gue sadar gue kadang menikmati kesendirian. Gue pun masih suka berandai-andai jadi remaja yang bebas pergi naik gunung, nyelam laut, keluar-masuk hutan, dan gue mupeng untuk bisa menjawab penasaran-penasaran tentang tempat-tempat yang menggiurkan tersebut. Ah tapi mungkin gue emang belum pantas untuk saat ini, jam 21.50 tanggal 3 Oktober 2014, mungkin gue belum pantas. Yuk keroyokan pantesin diri, membesarkan diagram kartesiusnya, bukan cuman intervalnya :)

Dan ya sebagai pembaca kalian juga harus kebagian permintaan tolong gue.. Tolong ingetin gue untuk bersyukur dengan batas interval yang ditetapkan Allah, komunitas sosial, alam semesta, 
dan kesatuan sel tubuh gue dalam makna 'kebebasan'. Karena gue takut, gue memandangnya sebagai jeruji ketika sejatinya ialah pagar.

Anyway, kamu bebas merancang kastilmu sendiri, tapi semakin besar, megah, dan rumit kasti tersebut semakin sulit pula merawatnya. Bebas dan tanggungjawab berbanding lurus. Berjalan berdampingan.

Duh laper.
-Triana

*kalau aku salah tolong ingetin :)