Sunday, April 17, 2022

#MemaknaiUlang

 "Awakening to faith is not a one time event, but a continuously unfolding reality. The journey of faith is not a race, but a marathon of love that each person walks at different pace."- A. Helwa

Quotes tersebut merupakan awal dari buku A. Helwa "Secrets of devine love journal", meskipun saya belum selesai baca 1 bab dan mungkin saja akan agree to disagree sama isi bukunya, but for this quote.. aku agree banget.

Sebagai anak yang lahir dari keluarga islam, dan belajar agama dari orang tua dan sekolah karena memang begitu templatenya, saya dulu ga ngerasa hidup dengan spirit islam. Saya bahkan cenderung skeptis dengan konsep perasaan dekat dengan Allah. Waktu kecil, saya berpkir bahwa konsep pahala-dosa adalah sekadar gamifikasi yang membuat hidup punya tujuan. Ya, supaya skor kita tinggi di mata Allah. Lalu waktu kecil saya berpikir, barang siapa yang berhasil punya skor tinggi lah yang akan masuk surga. Cukup jarang saya amaze dengan karunia Allah, apalagi merasa mendapatkan cinta-Nya.

Momen yang akhirnya membuat saya belajar berserah adalah ketika saya patah hati di kelas 4. Meskipun sekarang saya sendiri berpikir bahwa urusan patah hati anak kelas empat SD nampak ringan saja, tapi saya begitu menghargai bahwa hari itu Allah gerakan hati saya untuk bercerita pada-Nya, menangis pada-Nya, berserah pada-Nya. Paling tidak, Hana di kelas empat SD kini sadar akan keberadaan dan sifat-sifat Allah.

Siapa sangka momen itu menjadi pintu awal untuk akhirnya Allah mampukan saya membuka pintu-pintu iman lainnya. Mulai dari belajar pakai kerudung, terpaksa jadi anak rohis ketika SMP, mulai belajar islam dengan sukarela ketika SMA, kemudian mulai merasakan beragam ujian hidup di kuliah yang akhirnya saya identifikasi sebagai cara Allah membuka pintu iman saya di level selanjutnya.

Dalam proses saya menemukan iman dan terus-menerus memakanainya ulang, ada banyak orang yang datang, lewat, dan bahkan pergi. Ada orang-orang yang saya "iri" padanya, karena kedalaman iman dan kebaikan akhlak. Sampai-sampai saya pikir "wah keren banget sih mba ini, aku jauuuuh banget dari diaa". Ada orang-orang yang saya kagumi karena meskipun secara penampilan ia terlihat biasa saja, tidak menunjukkan aspek religiusnya, tapi hati dan akhlaknya cantik pisan. Ada yang merasa dirinya jauh dari Tuhan, tapi dari caranya bercerita, aku yakin betul masih ada ruang di hatinya yang meyakini ada-Nya. 

Dulu, dan semoga sekarang saya tidak begitu, saya masih suka merasa bahwa akhi ukhti yang bergerak dalam dakwah adalah yang terbaik di mata Allah. Seakan hidayah cuman hadir untuk mereka. Yang saya lupa adalah, bahwa perjalanan iman adalah sesuatu yang bersifat personal. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Ada yang progress terus, ada yang tidak. Ada yang Allah berikan hidayah lewat hal-hal yang secara nyata berhubungan dengan aspek religius (contoh: kajian, lembaga dakwah, aktivitas amal), tetapi gak bisa dipungkiri hidayah bisa juga hadir di dalam aktivitas-aktivitas lain (contoh: pekerjaan, inspired by seorang tokoh, musibah, keluarga, dsb.). Dan bukan hak kita untuk mendikte kapan hidayah itu masuk ke hati seseorang dan menempa imannya.

Untuk saya pribadi, quotes di atas menjadi pelajaran untuk senantiasa husnudzon sama proses seseorang mencapai imannya. Jangan menyerah untuk percaya bahwa setiap orang bisa mencapai his/her best version dan best iman condition. Kalau Allah izinin mah, apa sih yang engga? Dan juga, gak ada untungnya nge-judge kadar iman seseorang. Orang yang hari ini nampak bobrok, bisa saja Allah akselerasikan imannya berkali lipat. Pun seseorang yang hari ini bergerak dalam dakwah, bisa saja berakhir dengan iman yang pudar. Semoga Allah terus mengaruniai iman di hati kita dan mempercantiknya dari waktu ke waktu, hingga kita mati dalam kondisi iman yang terbaik.

Di satu sisi, sahabatku, yang kali aja ada yang baca.

Jangan berputus asa sama rahmatnya Allah ya :) Merasa jatuh, imannya turun, atau tertatih-tatih dalam ibadah, adalah bagian dari ujian. Dan yang namanya ujian ya susah, bro. Ujian iman gak melulu soal hubungan kita sama Allah lewat ibadah. Saya pribadi ngerasa sulitnya skripsi, insecurities, kerjaan yang menumpuk, adalah juga cara Allah menguji iman saya. Apakah saya percaya bahwa ikhtiar saya PASTI akan Allah balas dengan takdir terbaik-Nya? 

Tentu selama masih jadi manusia saya juga masih menempun perjalanan iman. Berharap Allah senantiasa membimbing saya untuk bisa menyelesaikan semua ujian dengan ikhtiar terbaik. Berharap Allah izinkan saya untuk tetap menemukan iman di ujung jalan ini.

***

Judul #MemaknaiUlang adalah tema yang saya sematkan pada Ramadhan tahun ini. 2 tahun pandemi, saya merasa semakin jauh dari kegiatan belajar islam dan aktivitas dakwah. Ibadah pun rasanya begitu-begitu saja. Saya bahkan menemukan permasalahan baru, insecurities, yang tumbuh karena kini saya menjajaki umur dua lima.

Di Ramadhan ini, Alhamdulillah, Allah berbaik hati memberikan saya kesempatan untuk kembali merasakan nikmatnya aktivitas dakwah. Merasakan sejuknya agenda ibadah bersama keluarga, merasakan keberkahan waktu di bulan Ramadhan. Kembali bersemangat untuk punya target baru sebagai seorang muslimah. Dan yang terpenting adalah: semakin yakin bahwa Allah PASTI akan ngasih yang terbaik, dan bahwa takdir kita tak akan pernah tertukar.

Semoga kita bisa mengakhiri Ramadhan dengan penuh syukur. Dan menjalankan 11 bulan sisanya dengan mengaktualisasikan apa yang kita sudah dapat di Ramadhan tahun ini.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. 

-Triana