Assalamu'alaikum
Hari ini In syaa Allah ingin berbagi mimpi lewat #30daysblogproject berjudul mengemas sains. Wk bingung gak kenapa mengemas sains jadi mimpi? *taunya pada gak bingung. taunya pada biasa aja* *yaudah deh*
here we go..
Sejak kecil pertanyaan "Hana cita-citanya mau jadi apa?" adalah pertanyaan yang sangat menyenangkan. Bahkan dalam percakapan antara anak dan orang tua, seringkali gue gak ditanya tapi ngoceh tentang "nanti kalau aku udah gede aku pengen blablablabla". Dan hebatnya, orang tuaku mau mendengarkan ocehan gadis yang ingin-jadi-banyak-hal.
"aku pengen jadi peneliti!" -hana edisi kelas 2 SD
"aku pengen jadi guru fisika!" -hana edisi gatau kelas berapa SD
"aku pengen jadi jurnalis" - hana kelas 4 SD
"aku pengen jadi presiden"- hana edisi kelas 1 SMP
"aku pengen jadi wildlife photographer"- hana edisi baru baca novel partikel
"aku pengen jadi ahli pertanian" - hana kelas 1 SMA diduga banyak main harvest moon
"aku pengen jadi dokter pohon" -hana edisi kelas 2 SMA
"aku pengen jadi ornitolog" - hana edisi kelas 3 SMA
"aku pengen buka rental alat lab"- hana edisi mahasiswa baru
"aku pengen investasi buku-buku yah"- hana edisi mahasiswa yang sedang berlibur 3 bulan
"aku pengen jadi anak ayah ibu yang baik"- hana edisi belum pernah bilang gitu sepertinya #wayolo
dan masih ada mungkin puluhan -- atau ratusan -- mimpi Triana yang ia sampaikan ke orang tuanya. Mereka memang pendengar yang dabest.
Mereka selalu mendukung cita-cita gue, bahkan yang random sekalipun. Walaupun ada masanya respon mereka "ya kamu jalanin dulu aja yang sekarang ya nak" maafkan anakmu yang suka terjangkit euforia ini, ibunda dan ayahanda.
Ada satu cita-cita yang pada akhirnya masih bertahan sampai sekarang. Yaitu menjadi seorang jurnalis.
terus kenapa masuk MIPA?
Kenapa yha. (padahal gue sendiri yang mau)
Mungkin karena bagi gue, cita-cita profesi dan cita-cita yang hadir dari keresahan adalah sesuatu yang berbeda. Profesi itu cuman media untuk menyelesaikan suatu masalah. Dan apa masalah yang diresahkan adalah hal yang berbeda.
Bagi Triana di masa SMA, biologi adalah panggilan hatinya. Kata-kata kayak konservasi, biodiversitas, insekta, aves, botani, ekologi, adalah sesuatu yang menarik dia untuk bercakap-cakap lebih jauh. Gue sempet mencoba untuk terus menantang diri gue mencari alasan untuk memilih bidang lain. Sempet kok kepikiran "kenapa gak masuk jurnalistik atau komunikasi?" tapi sepertinya bukan latar ilmu itu yang Triana ingin dalami selama empat tahun di masa-masa mudanya. Maka gue memilih MIPA, memilih biologi. Karena keresahan itu ada di sana: alam yang semakin disakiti tapi sangat dibutuhin. Alam memang lapang dada ya.
Menariknya, pengalaman selama mencari jurusan yang tepat pas kelas 3 dulu ditambah pengalaman 1 tahun belakangan belajar di MIPA justru membuat semangat gue untuk menjadi jurnalis semakin meningkat. Beberapa alasannya adalah berikut:
-Riset yang belum dihargai seberapa
-Produktivitas riset Indonesia yang kalah jauh dari negeri lain
-Sains yang ternyata luaaaas banget
-Perkembangan sains dan teknologi masa kini yang peccah banget
-Sebagian anak MIPA yang prestasinya di bidang keilmiahan kece-kece pisan
-Serta pandangan masyarakat yang memandang sains itu membosankan
Poin terakhir adalah poin yang menjadi titik tolak bagi judul post ini
Sains memang terlihat kaku dan serius. Mungkin karena sering disebut sebagai ilmu pasti. Kepastian dalam sains sebenernya pun gak segitu rigidnya, malah kadang yang bikin berkepanjangan adalah anomali-anomali di dalam sains itu sendiri. Karena pada dasarnya sains (in this case MIPA) adalah upaya manusia menerjemahkan yang alami dan memodifikasinya sedemikian rupa.
Mungkin karena ke-kaku-an (dan ke-penuh-rumus-an-nya), sains seringkali dianggap membosankan. Padahal sains adalah hal yang seringkali lebih dekat dari interaksi sosial kita. Membaca post ini aja udah pakai mata yang di dalamnya ada proses penangkapan cahaya oleh retina, membuka layar handphone aja udah ada proses konvensi energi serta sistem elektronik yang bekerja di dalam handphone, dan jam yang terus berputar dengan hitungan demikian juga adalah hasil perhitungan seseorang pada waktu-waktu yang lalu. Keren kan sains.
Tapi yang mana yang lebih sering kita dengar di TV atau baca di majalah? harga BBM naik atau penemuan energi alternatif baru? kawin-cerainya artis A atau penemuan teknologi genetika reproduksi yang baru? korupsi di institusi B atau prestasi mahasiswa yang masuk konferensi internasional C?
HEHE
Untuk itu gue ingin kelak dapat mengemas sains untuk khalayak.
Sekarang pun sebenarnya upaya ini banyak dicoba oleh para youtuber yang bikin dokumenter ilmiah, yang merekam upaya eksperimennya, buku-buku hewan tumbuhan serta alam semesta dari yang ditulis ala ensiklopedia sampe yang ditulis ala ala komik, situs berita sains, majalah yang saintifik, pameran dan museum saintek, bahkan sekarang banyak seniman yang mencoba mencampurkan seni dan saintek.
Dan aku ingin mengambil peran :)
Langkah awal itu adalah menulis section biologuess dan belajar hewan
mungkin selanjutnya kelak cita-cita ingin jadi jurnalis bisa ambil bagian
hingga kemudia punya media massa sendiri
dan mewujudkan keinginan untuk kelak di toko buku ada rak-rak buku sains populer dalam bahasa indonesia :') (bukan sekedar textbook kuliah ya)
Semangat mengejar impian kita gengs!
Meja makan di rumah Flamboyan
14 Juli 2016
Triana
No comments:
Post a Comment