Friday, February 26, 2010

cerpen: aku tak membencinya lagi

Aku Tak Membencinya Lagi

Kamis, 6 Mei 2010

“apa yang kak Defya Tanesia rasakan tentang Indonesia?” Tanya seorang adik kelasku, yang sedang mewancarai ku untuk tugas sekolah. “hmmm ya begitulah, aku merasa negeri ini baik dan berpotensi, dek.” Hanya kebohongan itulah yang dapat ku katakan. Namun sebenarnya aku begitu memandang rendah negeri ini. Korupsi, kemiskinan, dan produk luar yang kualitasnya lebih oke, yang membuatku begitu benci pada negeriku ini. Bahkan namaku sendiri yaitu Defya Tanesia tak pernah ku jelaskan artinya karena kebencianku akan negri ini. Dan hanya kebohonganlah yang dapat ku ucapkan agar membuat adik kelasku memandang ku bahwa aku cinta negeri ini.

“oooh begitu ya kak, oh ya kak Defya apa kakak punya tips supaya bisa banyak berprestasi seperti kakak? Misalnya bagaimana supaya bisa menang lomba pidato?” Tanya adik itu lagi.

“yang penting percaya diri dan jangan gugup, dan banyaklah berlatih sebelum perlombaan.” Jawabku ramah.

“oooh begitu, pantas saja kakak sering sekali menang berbagai macam perlombaan, oh iya aku sudah dijemput. Terimakasih ya kak Defya sudah mau aku wawancarai.” Ucapnya sambil tersenyum ramah. Aku hanya membalas senyumannya dan ia pergi berlalu bersama dengan beberapa anak lainnya. Aku masih merenungi hal tadi, tentang kebohonganku. Memang, akhir-akhir ini aku tak begitu perduli dengan apa yang dimiliki Indonesia. Yang aku tahu hanyalah korupsi, kemiskinan, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kejahatan. Aku benci negeri ini, dan aku tak peduli lagi dengan apa yang terjadi di negeri ini.

“Defyaaa!” panggil bu Sani.

“Assalammualikum bu Sani.”

“walaikumsalam, Def kamu hari sabtu bisa mengikuti lomba pidato tidak?” “tentulah bu, tema pidatonya apa bu?”

“hmm oh iya temanya tentang Indonesia.” Jawab bu Sani ramah. Aku hanya terdiam. Mengapa harus Indonesia? Negri bobrok yang tak mempunyai apa-apa ini? Negri dengan sejuta masalah dan peraturan yang tak pernah kunjung dipatuhi? Batin ku dalam hati.

“Def, bisa tidak?” Tanya bu sani guna meyakinkan.

“iya bu, bisa”

“baguslah, persiapkan segala sesuatunya, ini ibu pinjamkan buku mengenai Indonesia.”

“terimakasih bu.” Dan aku pamit pergi pulang. Aku masih membatin mengapa tema ini harus diangkat menjadi lomba. Aku heran dengan penyelenggara lomba ini, punya apa negeri ini? Liat saja dimana-mana orang memakai produk luar. Bukankah itu berarti produk Indonesia kualitasnya jelek?

Dengan malas aku berjalan ke mobil, membukanya dan membantingnya. Entahlah sejak bu Sani memberitahukan tema apa yang diangkat, aku merasa tak sanggup. Mobil perlahan berjalan menuju rumahku. Aku hanya bersandar malas dan membuka-buka buku yang dipinjamkan Bu Sani. Tiba-tiba kegiatanku terhenti di sebuah halaman dengan gambar yang membuatku terpukau. Sebuah pemandangan yang asing, dan aku baru tahu ada yang seindah itu di Indonesia. Aku mulai berubah pikiran dan membaca buku itu dari awal. Mobil terus melaju hingga sampailah aku di rumah. Dan rasa lelah membuatku melupakan buku itu dan pergi ke alam yang berbeda.

Sabtu, 8 Mei 2010

“demikianlah pidato saya kali ini, terimakasih, assalammualaikum wr.wb.” selesailah pidato panjangku tentang Indonesia. Dan semua orang memberikan tepuk tangan yang meriah. Bahkan seorang juri berdiri dan menyalami ku. Sesungguhnya aku pernah pidato lebih bagus dari ini, dan tentunya dengan tepuk tangan yang lebih meriah. Namun kali ini berkat buku pinjaman Bu Sani, aku merasakan sesuatu yang berbeda, kini aku membawakan pidato tentang negri ku sendiri. Negri bobrok yang sesungguhnya memiliki sajuta potensi, dan kekayaan alam yang berlimpah.

Dan aku belajar banyak dari pengalaman ini. Bahwa sesungguhnya aku tak boleh menganggap remeh negriku ini. Sesungguhnya banyak manusia-manusia berpotensi tinggi di negri ini. Dan sebagai putra dan putri bangsa, aku seharusnya bisa membuat negri ini lebih maju, dan bukan meremehkannya. Dan kini, aku Defya Tanesia tak akan malu lagi menjelaskan nama panjangku karena aku adalah Defya yang mencintai tanah air Indonesia.

No comments:

Post a Comment