Sunday, December 15, 2013

Sebuah identitas

dialog dalam 1 raga manusia.

A: "Sebenarnya siapa diri ku?"

B: "Kamu adalah kita. Ini keduapuluh lima kalinya aku menjawab pertanyaan yang sama."

A: "Sebenarnya siapa diri ku?"

B: "Kamu adalah kita. dua puluh enam."

A: "Sebenarnya siapa diri ku?"

B: "Kamu adalah kita. Dua puluh tujuh. Dan aku tahu engkau mengajukan dua pertanyaan terakhir hanya untuk menggenapkan angka ke dua puluh tujuh, karena engkau menyukainya."

A: "Kamu tahu karena kamu adalah aku. Dan itu berarti mengganjilkan. 27 angka ganjil kan?"

B: "Nah! kini kamu sudah benar-benar paham bahwa diri mu adalah kita?"

A: "Aku paham itu. Bahkan terkadang "kita" yang kau maksud bisa berarti 4 suara dengan nada yang berbeda. Ah sudahlah, membahas itu mungkin membuat pembaca merasa muak. Yang aku tanyakan adalah, apakah aku telah menyandang identitas diri ku sendiri?"

B: "Memangnya kamu merasa sedang menyandang identitas siapa?"

A: "Entah. Aku hanya merasa tak singkron."

B: "Sepertinya susunan DNA mu masih sama seperti yang dulu"

A: "Ya, dan golongan darah ku masih A. Bisakah kau serius?"

B: "Ya, ya, apa tadi kamu bilang.. identitas? Namamu masih berawalan huruf T. Maaf, maksud ku nama kita. Hemm dan sama seperti tahun-tahun yang lewat, pikiran kita juga sering ramai dengan banyak hal.. tak banyak yang berubah.. selain rutinitas dan ya.. waktu yang berkurang bagi kita untuk bertemu karena banyak hal eksternal yang mungkin bagi diri kita lebih penting?"

A: " Bukan itu maksud ku.. ayolah, siapa diri kita sebenarnya?"

B: "Kau hanya mengubah satu kata dari pertanyaan mu yang berulang-ulang. Baiklah, mari berpikir lebih keras. Kamu adalah seorang manusia, wanita, ... apa lagi ya?"

A: "Tunggu! Kau benar.. keterangan-keterangan lainnya hanyalah sesaat atau hanyalah formalitas. Apa lagi?"

B: "Hey A! Kau seorang muslim! iya kau seorang muslim! itu jawaban yang tidak sesaat dan tidak formalitas."

A: "Ada benarnya juga.. jadi jika disimpulkan, identitas ku yang sesungguhnya dan sepanjang masa adalah bahwa aku manusia, wanita, dan muslim. Tidak tidak.. itu bisa diefektifkan dengan 1 kata kan ya? Aku adalah seorang muslimah! Bagaimana B? Apakah engkau setuju?"

B: "Ya baiklah, aku memang sering tak sependapat dengan mu. Tapi dalam hal ini aku sangat setuju."

A: "Tapi B.. Identitas sebagai muslimah terdengar sangatlah berat.. sementara sifat-sifat dan kebiasaan-kebiasaan ku mungkin tak cocok mendampingi."

B: "Lalu menurut mu, apakah kita bisa menjadi diri kita dengan identitas yang baru kita temukan?"

A: "Entahlah, itu yang sedang aku pikirkan."

B: "Lucu ya ketika kita sebagai pikiran ceritanya sedang berpikir. Tapi sebentar, memangnya apa yang salah dengan sifat-sifat kita yang telah ada?"

A: "Tak tahu..."

B: "Bukannya seharusnya identitas kita sebagai muslimah tidak mengekang kita untuk berekspresi, kritis, dan kreatif? Justru menurutku muslimah sejati adalah ia yang bisa tetap menjadi dirinya dengan tetap memperhatikan rambu-rambu.."

A : "Meskipun kita cerewet dan terbuka? Meskipun pakaian kita belum sempurna syar'i? Meskipun kita kadang sangat aktif?"

B: "Aku gak sudi juga bilang bahwa itu "enggak apa-apa" apalagi untuk pertanyaan mu nomor dua. Tentu saja melakukan segala sesuatu sesuai dengan aturan agama islam adalah hal pertama yang harus kau junjung tinggi. Itu adalah sesuatu yang harus diubah. Seharusnya sih, secepat mungkin dan seharusnya sih "butuh proses" bukanlah suatu alasan untuk pergi dari kenyataan. Untuk pertanyaan nomor 1, tak ada salahnya.. selama engkau memanfaatkannya untuk kebaikan. Nomor 3 pun seperti itu."

A: "Iyasih, aku juga pengennya berubah.."

B: "Kan udah aku bilang, kita itu sama..."

A: "Tapi kata-kata mu seolah-olah kau sudah mengalami semuanya.. padahal kita sama-sama sedang mencari jalan keluar."

B: "Sejujurnya aku sedang berbicara pada diri kita, supaya kita cepet sadar."

A: "Semacam self-motivating?"

B: "Mungkin."

A: "Lalu, dengan identitas ku sebagai muslimah, dan sifat ku yang tetap seperti ini.. aku harus apa?"

B: "Muslimah harus apa?"

A: "Tadi kata mu taat..?"

B: "Ya, lalu?"

A: "Hem.. ya pokoknya gitu.. jadi perempuan yang senantiasan mencari ridha-Nya,  bisa menjaga diri selagi mengembangkan diri.. terus juga selalu mengisi hati dengan kedamaian dan memberikan kedamain pada sekitarnya?"

B: "Ya, itu.. itu yang kita tahu A.. kita pun perlu banyak belajar"

A: "Ya, benar B, kita harus banyak belajar. Aku rasa pencarian identitas ini membuka sebuah pintu baru."

B: "Dan dibalik pintu itu?"

A: "Jalan yang sangaaaat panjang"

B: "Mungkin agar kita tidak berhenti menyusuri jalan itu untuk belajar bagaimana menjalani hidup dengan identitas ini?"

A: "Mungkin. Ah aku sebenarnya tidak terlalu suka kata-kata mungkin sejak masuk SMA. Tapi aku sungguh hanya tahu sedikit tentang masalah ini. Tapi bagi ku ini penting"

B: "Bismillahirrahmanirrahim. Baiklah A, sudah terlalu panjang percakapan kita.. sebaiknya kita sekarang kembali menyatu.. semoga diri kita bisa menjalani hidup dengan kesadaran baru."



-Triana

*terinspirasi dari halaqah yang diikuti Jum'at 13 Desember. Aku baru sadar, dan baru sedikit yang ku tahu. 

No comments:

Post a Comment