Di tahun-tahun tersebut saya memang sedang suka mengombinasikan kata. Jadi saat menulis status, ya asal saja.
Baru kemudian saya merangkai makna atas frasa tersebut, mengasosiasikan bunga matahari dengan optimisme karena ia fototropisme. Jadi kalau ada yang nanya, saat itu saya sudah punya jawaban.
Namun, saat mengambil foto-foto di atas, saya sadar bahwa pada kenyataannya bunga matahari memandang ke banyak arah. Ada yang ke atas, ke depan, ke depan tapi serong sedikit (lagi pula 'depan'-nya juga relatif), dan ada pula yang merunduk.
Baru setelah googling, saya sadar bahwa yang dianggap sebagai heliotropisme (bergerak mengikuti arah matahari, dan ya bukam fototropisme) adalah bunga matahari yang masih kuncup. Ia menoleh ke arah matahari, berusaha menyerap cahaya secara optimal, mengayunkan wajahnya mengikuti ritme sirkadian.
Selain itu, saat memandangi foto-foto tersebut, saya tersadar bahwa objek yang kita sebut sebagai bunga matahari adalah inflorensia atau bunga majemuk. Artinya dalam satu tangkainya, ia terdiri dari banyak individu bunga. Bunga-bunga yang saling berkumpul dan seolah menampakkan dirinya sebagai makhluk tunggal. Jadi: perspektif individunya juga beragam.
Maka barangkali makna 'perspektif bunga matahari' juga akan berubah seiring berubahnya perspektif saya tentang bunga matahari. Di benak saya, ia tidak lagi si paling optimis. Di benak saya, ia bisa memandang ke penjuru yang ia pilih:
Ke atas, ke depan, ke depan serong dikit, dan pada waktunya ia akan merunduk ke bawah -- layu dan kering untuk kemudian melepaskan biji yang kan mengulangi siklus kehidupan (biidznillah).
Dan barangkali 8 tahun lagi, perspektif saya akan frasa tersebut akan berubah lagi: Mungkin karena penemuan baru di bidang botani, atau karena perubahan iklim -- atau sekadar karena cara pandang yang berganti.
🌻✨️
No comments:
Post a Comment