Bismillahirrahmanirrahim
Di sesi Qur'an berapa jam lalu, tertegun ketika baca ayat yang menceritakan kisah Nabi Musa dan ibunya.
Di masa yang mencekam, di mana Firaun memerintahkan bala tentaranya untuk membunuh semua bayi laki-laki, Ibunda Musa terpaksa 'melepas' Musa. Allah mengilhamkan beliau untuk menghanyutkan Musa di sungai Nil.
Pas kepikiran tentang cerita tersebut, aku ngebayangin rasanya jadi Ibunda Nabi Musa. Betapa sedih harus melepaskan buah hatinya. Aku ngebayangin ketika lagi main sama anak temen ku aja, terkadang tumbuh kasih sayang yang ngebuat kita berat untuk berpisah.. padahal ini teh bukan anak saya. Maka pas merenungi kondisi Ibunda Nabi Musa, wah di benak ku "pasti berat banget ya".
Tapi yang lebih 'menampar'-ku adalah bahwa beliau, Ibunda Nabi Musa, akhirnya melakukan apa yang Allah ilhamkan. Ia hanyutkan Nabi Musa AS. di sungai Nil. Padahal beliau enggak tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Kalau kita memperhitungkan risiko dan berasumsi dengan logika manusia, maka sebetulnya ada banyak sekali kemungkinan yang terjadi atas bayi tersebut, dan sebagian di antaranya mungkin bukan kabar baik. Tetapi, Ibunda Nabi Musa taat dengan apa yang diperintahkan kepadanya.
Nabi Musa kemudian ditemukan dan diasuh oleh keluarga kerajaan Firaun. Dan MasyaAllah, Allah pertemukan lagi Ibunda Nabi Musa dan Nabi Musa, ketika keluarga kerajaan membutuhkan seseorang untuk menyusui Nabi Musa. Ibunda Nabi Musa lah yang dapat mengemban tugas tersebut :') Selanjutnya dengan jalan yang Allah takdirkan, Nabi Musa akhirnya tumbuh menjadi seorang Rasul, dengan segala kisahnya yang Allah sampaikan di Al-Qur'an.
Hal yang aku highlight adalah, bahwa ketika Ibunda Nabi Musa menjalankan perintah Allah untuk menghanyutkan Nabi Musa, she didn't know what will happened next, tapi beliau patuh sama apa yang Allah perintahkan... even perintah tersebut sounds very hard.
Betapa indahnya penyerahan diri yang beliau lakukan, gitu :')
***
Pas mau menulis kisah di atas, sempet mikir kayaknya aku gak confidence nulis kisah tersebut, karena tadinya malas buka buku sirah hehe (akhirnya dibuka juga). Sehingga aku jadi kepikiran kisah-kisah lain dengan tema serupa, yaitu penyerahan diri kepada Allah.
Lalu, Biidznillah, aku keinget kisah Nabi Yunus yang sempat terjebak dalam perut paus. Kisah Nabi Ayub yang Allah berikan penyakit menahun higga kehilangan banyak hal dalam hidupnya. Kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan menyembelih anaknya. Kisah Siti Hajar yang ditinggal di padang pasir bersama anaknya, dan beliau ikhlas ditinggalkan Nabi Ibrahim ketika tahu bahwa apa yang Nabi Ibrahim lakukan adalah atas perintah Allah.
Ketika semua itu terjadi, they didn't know what will happened next. Mereka gatau ending apa yang Allah telah siapkan untuk mereka.
Kita yang mendengar mungkin udah tau, karena dari kecil sudah diceritakan berulang-ulang. Tapi ketika para Rasul sedang berada di momen itu, mereka juga tidak tahu apa kelanjutan dari ujian yang Allah kasih. Tapi mereka memutuskan untuk taat sama Allah, mengikuti perintahnya, dan berserah diri.
***
Takeaway dari kisah tersebut kira-kira begini:
Betapa sudah banyak Allah kasih contoh kisah dengan pola-pola yang serupa, yaitu menghadapi ujian dengan bersabar dan berserah diri kepada Allah.
Dan menurut pandangan ku, dahsyatnya kesabaran dan keberserah-dirian para Rasul bisa sehebat itu karena mereka yakin. Mereka yakin kepada Allah. Kepada pertolongannya Allah. Kepada kebaikan dari perintah Allah. Kepada karunia dan rizki yang Allah berikan. Dan aspek-aspek lain dari iman kepada Allah.
Lagi-lagi semua kembali kepada iman.
Kita tahu dan yakin bahwa Allah tahu jalan terbaik, timing terbaik, takdir terbaik untuk kita. Dan kita pun tahu ketika kita memilih untuk beriman, konsekuensinya adalah kita turut diuji. Namun, berbahagialan dan semoga kita mampu untuk tidak bersedih hati, karena we already know the formula: iman, sabar, berserah diri.
No comments:
Post a Comment