Monday, January 27, 2014

Pantaskan diabaikan? Atau bahkan terabaikan?

Sudahkah kamu menjadi pribadi yang rendah hati?

Sudahkah kamu mencoba menjadi pribadi yang sabar?

Sudahkah kamu berusaha mendengarkan orang lain?

***
 “Allahuakbar Allahuakbar”

Selama ini, aku mendapatkan pendidikan yang memadai. Salah satu yang ku pelajari dari lingkungan sekolah dan keluarga adalah bahwa Allah, Dzat yang maha pencipta adalah Yang Maha Besar. Aku memang tak perlu pergi jauh. Aku cukup melihat keluar pintu rumah. Ada batu, rumput, pagar, kursi rotan, meja kecil, kaca, kramik, tanaman, jalanan, bahkan langit serta matahari dan bintang gemintang yang ada menghiasnya. Bahkan aku cukup menengok sebentar dari layar ini untuk melihat kebesaran-Nya. Bahkan aku tak perlu menengok, diam pun aku dapat merasakannya. Bagaimana pula pikiran ini dapat ada tanpa-Nya? Sungguh Allah Maha Besar, seluruh semesta ada dalam kuasa-Nya.

Sebaris kalimat tampil di layar televisi ku beberapa menit yang lalu

“Waktunya Adzan Maghrib untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya”

Kurang lebihnya begitu.

Lalu sebaris kalimat mengalun syahdu

“Allahu akbar Allahu akbar”

Gambar sebuah arsitektur masjid muncul di layar kaca, mendampingi lantunan adzan tersebut. Aku berusaha mendengarkan, mengingatkan diri untuk menjawab.

Entah ini baik atau buruk, namun ketika itu pikiran ku tidak sepenuhnya ada pada tempatnya. Ia melayangkan diri pada kejadian siang tadi ketika kalimat-kalimat yang sama dilantunkan, dan aku sedang seru mengobrol. Aku berusaha diam. Tapi tidak sabaran. Aku lupa apakah aku berhasil bersabar siang tadi, mungkin tidak. Baiklah, tak usah berkaca pada kejadian siang tadi aku memang sering kali tidak sabaran dalam mendengarkan kalimat panggilan-Nya. Adapun kadang aku berusaha menahan diri dan mendengarkan adzan, tapi lalu melemparkan beberapa kalimat pada lawan bicara.

Padahal dari dulu aku diajarkan:

“Allah Maha Besar”

Padahal setiap kali shalat aku mengucapkan:

“Allahu akbar; Allah Maha Besar”

Lalu adzan tadi sore sepertinya mempertanyakan itu semua. Benarkah aku bersungguh-sungguh dengan kalimat tersebut? Lalu mengapa aku masih mengabaikan Adzan, ketika kalimat tersebut kembali dikumandangkan, mengapa aku tidak menyimak dan menjawabnya?

Bukankah ucapan “Allahuakbar” menandakan bahwa aku mengakui kebesaran-Nya, mengapa ketika
muadzin mengumandangkan adzan aku malah sibuk dengan dunia ku? Di mana pengakuan ku akan kebesaran-Nya jika aku masih belum mendengarkan panggilan-Nya?

“Asyhadu alla ilaha illallah; Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah”

“Asyhadu anna Muhammadar rasulullah; Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah”

“Hayya alash sholah; Mari menunaikan Shalat”

“Hayya ‘alal falah; Mari menuju kemenangan”

“Allahu akbar; Allah Maha Besar”

“Lailaha ilallah; Tiada tuhan selain Allah”

Bukankah kalimat-kalimat tersebut begitu indah? Pantaskah ia diabaikan? Atau bahkan terabaikan?




Aku ingin berubah. Maka jika aku salah, mohon diingatkan.

Semoga kita senantiasa menjadi orang yang bersabar dan semoga Allah menguatkan hati kita dalam berbuat kebaikan :)

-Triana


No comments:

Post a Comment