Posts

Hangat Suara di Kepala

Bismillahirrahmanirrahim, Memiliki sebuah wadah yang menyimpan tulisan mu untuk belasan tahun lamanya sangat membuat ku sadar bahwa hidup sejatinya cuman berpindah dari satu ujian ke ujian lain azaaa~ Dan di titik ini -- atau lebih tepatnya di setiap titik -- kita akan ngerasa hidup kayak lagi berat-beratnya.  Buatku pribadi, beberapa bulan ini adalah masa-masa perjuangan yang unik.  Unik karena aku ketemu banyak sekali pelajaran baru tentang diriku.  Unik karena di masa ini aku benar-benar diobrak-abrik perasaannya, tapi badai ini juga yang kemudian membuat ku ingin ebih baik dan baik lagi, agar bisa lebih banyak memberi cinta dan perhatian pada diri ku dan orang lain. Unik karena, di usia segini dan dengan segala peran yang ku pikul, aku rasanya ingin memeluk rapuhku dan mengajaknya sembuh, karena dia tanggung jawabku. Hanya aku yang memegang kendali atasnya untuk bisa pulih secara menyeluruh. Tentu dengan izin Allah. Kalau aku step back dan lihat masalah-masalahku, ras...

Berdansa dengan Bayang dan Luka

 Bismillahirrahmanirrahim. -- Jalan pulang dari TMII seringkali aku tempuh dalam kondisi langit yang perlahan meredup. Di lampu merah yang sama, sejak empat bulan lalu ada satu lagu yang terngiang. Kalau tidak sempat atau sedang tidak ingin ku putar, lagu itu tetap melantun di kepala ku. Judul lagu: Nabi Palsu yang dibawakan oleh Hindia. Lagu itu barangkali punya maknanya sendiri dan tapi ia beresonansi dengan aku yang berusaha pulih kala itu.  Di sebuah kota, pinggir Jakarta Ada seorang anak belajar dansa Dengan bayangannya, dengan lukanya Dibalut lagu, sedikit pas-pasan. Dari Baskara (sosok di balik Hindia), aku berkali-kali diingatkan bahwa luka adalah niscaya. Tidak ada insan yang bisa lari dari luka yang sudah digariskan. Maka seorang anak yang berdansa dengan bayangan dan lukanya, menjadi sosok imajiner yang ingin aku kasihi dengan sepenuhnya. Yang dari gerak tubuh mungilnya aku ingin belajar menjadi kuat pula. Maka ia berpesan, pada dasarnya semua orang hipokrit Percaya...

Behind The Bakes

Image
2020 adalah tahun di mana aku belajar baking. Tahun ketika keluarga terdekat ku berkali-kali mengingatkan ku bahwa aku harus belajar masak, dan berkali-kali juga aku mengabaikannya.  Di tahun yang sama, aku ditugaskan mengetik ulang resep-resep nenek yang ku panggil dengan sapaan "Bundo". Resep-resep Bundo diketik dengan mesin tik dan kebanyakan resep tidak memiliki takaran standar. Bundo ejak muda sudah berkelana dan berpindah-pindah dari satu negara ke negara lainnya, sehingga resepnya sangat beragam. Beberapa halaman akan menampilkan menu-menu khas Bukittinggi -- tempat ia lahir dan tumbuh besar -- di halaman lainnya dapat ditemukan ragam masakan Cina, Belanda, sampai Yugoslavia. Dari makanan pembuka, utama, dan penutup, semua ada. Mengetik buku resep harusnya jadi tugas yang mudah saja, sekadar mengetik ulang apa yang ada di lembar-lembar cetak. Tapi bagi ku pengalaman tersebut membuat ku dapat mengintip dunia Bundo, membayangkan sosok gesitnya bergemul dengan uap panas d...

Apa yang Kamu Lakukan, Jika Kamu Kehilangan Separuh Diri Mu? (Lagi)

"Apa yang kamu lakukan, jika kamu kembali kehilangan separuh diri mu?", ujar ku dalam hati. Tulisan selanjutnya adalah catatan dari percakapan intrapersonal ku. *** Aku pernah kehilangan diriku berkali-kali. Tidak seperti kehilangan benda-benda yang sesaknya terkumpul di awal, kehilangan diri adalah proses yang panjang dan melelahkan. Bayangkan ketika diri mu biasanya berjalan dengan utuh, tetapi kemudian harus menopang keseluruhan beban dengan diri yang separuh? "Tapi kalau kamu seringkali berhasil untuk menemukan dirimu kembali, seharusnya kamu sudah tahu kan caranya?" Betul, bukan kah itu gunanya mengalami dan belajar?  "Iya betul, tapi terakhir kali aku mengalaminya, aku tak bisa memungkiri bahwa aku butuh dukungan eksternal." Kami kemudian berpikir panjang, dan lagi-lagi menemukan jalan buntu. Bukankah dukungan eskternal adalah sesuatu di luar dari kontrol kami? Bagaimana jika semua manusia di bumi tidak ada yang peduli? "Oke, aku jawab" uja...

It’s Understandable

Image
Photo by Zwaddi on Unsplash One day, unlike any other, I woke up feeling empty. Even my favorite coffee failed to tempt me out of bed. I stared out the window, watching the morning light spill over the tiles and furniture, while my thoughts wandered to the things that had left parts of my heart in disarray. *** Over the past year, I've been learning to dissect my emotions—examining them closely, one by one, and giving them names. On days when getting out of bed feels impossibly hard, I start a dialogue with myself, articulating the observations I've gathered about my emotions. This act of articulating my feelings has become an upgraded feature of my inner dialogue. But what has made the most difference is how I respond to these observations. “It’s understandable,” I say to myself after laying out how I feel. We often associate feeling understood with conversations we have with others. But understanding yourself? That hits differently. Through this journey, I’ve realized that se...

How Curiosity Unlocks Empathy

Image
  Photo by   Johannes Plenio   on   Unsplash Have you ever noticed how asking the right question can change the way you see someone? As an instructional designer, I’ve learned that curiosity isn’t just about learning, it’s about understanding. “Is this learning content digestible for my learners?” “Does this course meet its goal?” “Is the concept taught by the SME relevant and clear?” As an instructional designer, these questions run through my mind daily. This curiosity isn’t just about getting the job done it’s about truly understanding the topic, the learners, and the challenges they might face. I vividly recall working on a  computer network  tutorial where the struggle to understand the content mirrored the struggle my learners might encounter. At one point, I felt stuck, but I asked myself:  “If I can’t strive to understand this, how can I help others learn it?”  That accountability pushed me to keep going. Struggling to learn challenging to...

Merasakan Perasaan

Image
Salah satu nasihat paling indah akhir-akhir ini, adalah nasihat yang datang dari Iffa. Nasihat yang datang ketika aku mendadak patah hati. Ketika aku cerita melalui pesan teks, Iffa kemudian mengirimkan ku berbagai pesan, tapi yang bagi ku paling berharga adalah pesan ini: “Rasain sedihnya” Pesan singkat, dua kata saja, tapi membuat pertahanan ku runtuh sekaligus memudahkan ku membangunnya kembali. *** Beberapa bulan sebelum kejadian tersebut, aku tertegun ketika membaca sebuah section buku tulisan Bu Brene Brown. Di bagian tersebut, Bu Brene menjelaskan satu poin penting yang intinya begini: “Ketika merasakan ketidaknyamanan, maka kamu harus berani merasakan perasaan tidak nyaman tersebut.” Nampak sederhana, tetapi bukan kah lebih menyenangkan jika Bu Brene memperbolehkan kita untuk lari atau memanipulasi perasaan tersebut dengan melakukan hal-hal lain yang lebih menyenangkan? Di antara banyaknya pelajaran dari Bu Brene di dalam bukunya, “Imperfection”, bagian ini yang men...