Assalamu'alaikum,
It's been a long time since the last time I updated my blog.
Hana yang dulu akan bilang bahwa tempat ini sudah berdebu dan penuh sarang laba-laba.
Mari kita bebenah, then.
WKWK It's really been a long time!
Alhamdulillah kini Hana a.k.a Triana sudah menyelesaikan pendidikan sarjana. Joining the new wave of pengangguran, as a bachelor of science. Yap! sarjana sains. Wkwk mungkin aku yang dulu atau yang nanti, akan bingung sama pilihanku untuk belajar sains selama lebih dari 4 tahun. Ngotak ngatik rumus, memohon kimia untuk be nice dan dapat dipahami, dan tentu saja having a lot of great time with biology. Jujur, aku bersyukur sekolah biologi. Aku menikmati proses berpikir, membangun jembatan antara satu informasi dengan informasi lain, menjawab banyak personal dan komunal why question, berimajinasi tentang masa depan biota, mikirin metode penelitian topik riset orang lain, main-main ke hutan, nyampurin larutan buat praktikum, dan berinteraksi sama orang yang paham sama topik yang ku bahas. Senang sekali rasanya berada di stage itu :')
Memang tentu saja ada naik dan turunnya. Ada masa aku merasa kuliah ini senang-senang, ada masa aku tersungkur kepayahan.. Pengennya I'll talk about the nice thing later (because I have a lot of great time), sekarang aku ingin cerita tentang bagaimana aku mengakhiri masa studi pra-sarjana ku.
Awalnya aku masuk ke jurusan ini tanpa ekspetasi yang tinggi. Aku gak tergolong manusya pintar nan pemberani ketika SMA dulu, jadi ketika masuk kampus ku pikir yang penting aku enjoy saja belajar. Saking ingin enjoynya, aku beberapa kali bilang aku ingin lulus 4,5 tahun ke orang tua. Respon mereka... aku lupa wkwkw, kalau gak salah aku dibolehin asal tahu konsekuensinya, tp kadang mereka minta aku ngasih yang terbaik aja dulu.
Aku hidup santuy, belajar dengan bahagia, ikut berbagai kegiatan, sehingga keinginan untuk lulus 4,5 tahun bertahan sampai sekitar semester 6. Begitu semester 7 dan aktivitas non-akademisku berkurang, barulah mulai ingin cepat lulus. Pikirku, mending aku berfaedah lebih banyak di luar kampus, belajar banyak hal lain, dan seperti anak-anak lain, aku ingin cepat diakui ke-sarjana-an-nya.
Semester 7 aku sudah tahu mau ngapain di semester 8. Awal semester 8 aku sudah nulis proposal, bahkan wush wush wush, lancar. Kecuali ketika momentum pembimbingku sakit, aku harus jeda sejenak dalam menulis. Saat itu aku membuat proposal untuk meneliti kupu-kupu dan hubungannya dengan pakannya. Sengaja ga mau nulis judulnya, ntar keluar di gugel WKWK.
Akhirnya aku ujian proposal di akhir-akhir deadline, tapi lancar jaya saja. Saat itu sudah deket bulan ramadhan dan aku harus nyari kupu-kupu di sekitar kampus, termasuk di tepi danau dan di dalam hutan. Karena ujian proposal ku tertunda, maka sampai masuk ramadhan aku tetap harus jalan-jalan nyari kupu-kupu. mostly sendirian. Sungguh itu saat-saat yang absurd. Hari-hari awal masih semangat, berangkat pagi pakai baju lapangan, bawa jaring kupu-kupu, dan meskipun diliatin orang tetep gapapa. Tapi knowing that gak ada kupu-kupu yang bisa ku tangkap ngebuat aku mulai stres. Kayaknya setelah melewati se-pekan pertama aku mulai lesu. Sungguh pengen rasanya hopeless saja, jalan santai-santai, kalau bisa waktu pengamatannya direduksi. Tapi aku bilang ke diriku "Allah pasti punya jawaban". Hari-hari itu aku percaya kalau aku terus usaha pasti ada tu kupu-kupu, atau kalau memang gak ada, sungguh Allah pasti punya takdir lain yang lebih beautiful. Saat-saat itu, aku ngerasain rasanya berusaha percaya, ngerasain nangis di tengah hutan sendirian karena bingung gak dapet kupu-kupu, ngerasain capeknya ngejalanin sesuatu dengan tekanan (dan terik matahari), ngerasain malunya diliatin orang karena main di pinggir danau atau jalan-jalan bawa jaring, tapi dalam segala kepahitan itu, selalu relief kalau inget bahwa suatu saat pasti Allah kasih jawaban.
Tapi lika-liku usaha percaya itu, ternyata gak berakhir dengan keajaiban tiba-tiba ketemu banyak kupu-kupu.
Until the last time, ketika sudah deket deadline, dan sudah sekitar sebulan aku nyari kupu-kupu, aku gak bisa nangkep satu pun.
Aku kembali berhadapan dengan pusaran rasa. Sedih karena ya sedih lah wkwk, malu sama pembimbing karena gabisa nyelesaiin hal tersebut, merasa bersalah sama orang tua karena gabisa selesai tepat waktu, juga ada cercahan rasa iri sama temen-temen yang sudah dapat data.
Tapi engga, aku gak berhenti percaya.
Sepekan setelah memutuskan berhenti ambil data, di saat aku sebenarnya masih babak belur dengan perasaan, aku memutuskan ketemu pembimbingku. Aku cerita apa yang terjadi. Kebetulan sang bapak sudah membimbingku dari aku semster 5, udah tau kebodohan-kebodohan aku dalam penelitian since that time. Sejak aku penelitian sama nyamuk, sama skrg dengan kupu-kupu.
Hari itu aku bimbingan sambil nahan-nahan semoga tidak nangis atau meledak. Ekspetasiku, bapak pembimbingku akan mendengarkan keluh kesah ku, lalu bilang terima kasih. Ekspetasiku, saat itu hubungan perbimbingan kami selesai.
Tapi aku terhenyak saat beliau nanya "jadi apa yang kamu bisa pelajari dari kejadian tersebut?", saat ditanya itu, rasanya ambyar. Aku suka pertanyaan itu. Aku jawab pertanyaannya dengan analisisku yang seadanya. Lalu ia menambahkan dengan analisisnya. He :") sehabis pertanyaan itu hatiku lebih tenang, lalu aku kira aku akan pamit pulang. Tapi bapak ternyata mengajukan topik baru, beranggapan bahwa ada ide lain yang patut aku perjuangkan. Aku feel relief then :')
Keluar dari ruangan beliau aku masih merasa jatuh, tapi saat itu aku seolah ada di dasar jurang namun ada tali yang diulurkan seseorang untuk aku raih dan titi ke permukaan.
WKWK postan tadi (sampe paragraf di atas ini) aku tulis bulan maret, sekarang Agustus aku lanjutkan tulis. Kita lanjut ke part 2 yaa!