Berdansa dengan Bayang dan Luka

 Bismillahirrahmanirrahim.

--

Jalan pulang dari TMII seringkali aku tempuh dalam kondisi langit yang perlahan meredup. Di lampu merah yang sama, sejak empat bulan lalu ada satu lagu yang terngiang. Kalau tidak sempat atau sedang tidak ingin ku putar, lagu itu tetap melantun di kepala ku.

Judul lagu: Nabi Palsu yang dibawakan oleh Hindia.

Lagu itu barangkali punya maknanya sendiri dan tapi ia beresonansi dengan aku yang berusaha pulih kala itu. 

Di sebuah kota, pinggir Jakarta
Ada seorang anak belajar dansa
Dengan bayangannya, dengan lukanya
Dibalut lagu, sedikit pas-pasan.

Dari Baskara (sosok di balik Hindia), aku berkali-kali diingatkan bahwa luka adalah niscaya. Tidak ada insan yang bisa lari dari luka yang sudah digariskan. Maka seorang anak yang berdansa dengan bayangan dan lukanya, menjadi sosok imajiner yang ingin aku kasihi dengan sepenuhnya. Yang dari gerak tubuh mungilnya aku ingin belajar menjadi kuat pula.

Maka ia berpesan, pada dasarnya semua orang hipokrit
Percaya hanya pada dirimu, bukan idolamu yang liriknya berbelit

Bagian ini terasa begitu emosional. Aku punya dugaan, makna di balik lirik ini sangat mendalam dan barangkali merupakan kritik untuk konstruksi sosial. Tapi aku punya interpretasi ku sendiri atas larik-larik ini. Bagi ku, ia seakan mengajak ku untuk berhenti menggantungkan segala harap ku pada manusia, siapa pun itu -- karena pada dasarnya semua orang hipokrit. Dan dengan begitu, segala harap ku tertuju pada muara yang satu.

Mereka semua penipu, percaya hanya pada dirimu
Mereka semua penipu, dan mungkin aku juga begitu

Salah satu takeaway di umur ku ke-27 adalah: Hidup orang dewasa adalah showcase berbagai macam luka. Ada sosok yang mahir membalut luka itu dengan resik dan presisi, tapi ada pula yang membiarkannya menganga. Orang-orang tersebut -- termasuk diri ku -- kemudian berusaha untuk tetap berfungsi dengan segala macam cara. Bermain peran, tapi bukan di panggung teater. 

Bagaimana tidak, jika semakin hari, semakin sulit untuk kita jujur pada diri sendiri?

Pada titik tertentu, kita semua penipu. Tapi semoga saja, tipuan tersebut adalah berpura-pura mahir, untuk kemudian beranjak pulih seutuhnya.

Lagu Nabi Palsu barangkali masih akan terngiang di sebuah lampu merah, setelah pintu keluar TMII, sebelum masuk tol JORR, untuk beberapa waktu ke depan. Sebelum kemudian aku lupa dengan momen itu, sebelum kemudian aku lupa dengan luka itu.

Dan aku yang siap berdansa dengan luka-luka lainnya.

Jakarta, 7 April 2025
- Triana

Comments

Popular posts from this blog

Behind The Bakes

Belajar Hewan #2: Himantopus leucocephalus

Tiba-tiba Tim Tebar