Posts

Showing posts from 2021

Triana first career

Assalamu'alaikum!  Bulan ini, genap setahun aku bekerja dalam industri teknologi pendidikan. Tepatnya dalam jalan karier sebagai instructional designer . Panjang bet weh namanya, mari kita singkat menjadi ID. Karena aku mulai kerja di kala pandemi, aku agak jarang harus interaksi sama teman lama atau orang baru lalu harus bercerita tentang pekerjaanku. Karena menurutku: wah PR juga nih jelasinnya. Pertama, karena profesi ini tidak umum didengar (paling engga, sebelum interview kerja di kantor ku skrg aku teh gatau ada profesi kayak gini hehe). Kedua, karena ada potensi ditanya-tanya,"anak biologi kenapa jadi ID?".  Tapi sama kayak dulu masuk biologi dan ku santai aja kalo orang bingung sama pilihan jurusanku, sepertinya menjelaskan tentang kenapa aku akhirnya jadi ID juga akan jadi momen ngebingungin yang menyenangkan wkwk. Anyway, semua ini bermula dari nyari kerjaan di hari Idul Adha. Pagi-pagi sebelum pada sholat ied, orang lain mungkin fokus beres-beres diri atau reru...

Self Reflection Journal #2: Enjoy!

Assalamu'alaikum. Apa yang membuat mu kuat ketika melewati hari-hari yang berat? Apa yang membuat mu sukarela menerima yang kau punya? Apa yang membuat mu bangkit dari sakitnya jatuh dalam kegagalan? Jawab sendiri ya jangan tengok kiri-kanan (buat apa juga?) *** Bagiku, jawaban atas pertanyaan ini ada banyak ragamnya. Tergantung mood  dan kondisi otak ku sedang berceramah tentang apa wkwk. Yang pasti, dan pastinya, adalah karena aku selalu punya Allah. Aku tahu apa yang Ia gariskan menjadi takdirku, pasti yang terrrrrbhaik! p.s.: bukan yang termudah. Ragam jawaban lainnya adalah:  - menerimanya; dan - menyukainya *** Bagiku, menyukai sesuatu adalah kuntji. Aku seringkali melibatkan faktor "aku suka itu!" dalam membuat keputusan Misalnya, jurusan, pekerjaan, order go-food, atau memilih buku apa yang ingin aku baca selanjutnya Jujur, aku gak merekomendasikan cara ini pada setiap orang. Tentu ada orang-orang yang terlahir rasional dan tumbuh besar secara rasional. Dan rasion...

Self Reflection Jurnal #1: Intro

Assalamu'alaikum Dalam kolom form registrasi atau obrolan-obrolan semiformal, aku seringkali bercerita bahwa hobiku adalah menulis. Biasanya aku sandingkan hobi tersebut dengan hobi lain, seperti membaca, menggambar, atau yang teranyar adalah mencuci piring. Kadang kala, di sesi berpikir, aku suka bertanya-tanya: "Apakah menulis benar-benar hobiku?". Pertanyaan ini muncul karena aku bisa memiliki jeda yang cukup lama dari satu karya ke karya lainnya (dan aku tidak apa-apa), aku bisa merasa beratt sekali untuk menulis satu buah artikel, aku seringkali lebih capek saat menyunting kata daripada mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain, dan aku gak pernah benar-benar menerbitkan tulisanku (selain di media sosial).. sebagaimana sebagian teman-teman sebaya ku yang menyatakan dirinya suka menulis. Tapi setelah banyak argumen yang aku ajukan untuk menantang diriku sendiri, sesi berpikir lalu akan beralih ke topik-topik berikutnya. Dan dalam khidmatnya bercengkrama dengan pikiran, gak...

Self-Counseling Session

 Assalamu'alaikum! Siapa yang di sini punya kebiasaan untuk menerjemahkan emosi diri? Itu aku! hehe Setelah punya lebih banyak teman, aku baru mengerti kalau orang menyikapi emosinya dengan cara yang beragam. Ada yang harus mengekspresikannya, ada yang pintar menyimpannya rapat-rapat, ada yang sekadar harus dituangkan dalam cerita, atau memilih untuk tidak ambil pusing tentangnya.  Tapi bagiku, emosi ku harus diterjemahkan. Dipereteli hingga akar-akarnya. Engga selalu harus disampaikan, aku cuman ingin tahu apa yang sebenarnya aku rasakan. Mungkin dahulu kala, mekanisme itu aku gunakan untuk bisa retas di dunia. Agar cepat-cepat tahu apa yang harus aku lakukan untuk mengatasi masalah. Tapi lama-kelamaan ia jadi kebiasaan. Ketika pikiranku sedang begitu gelisan atau mengawang-awang, pertanyaan dari hati "kamu kenapa Han? ayo sini cerita" adalah kata-kata yang membuat ku kembali berpijak. Paling tidak saat itu aku ingat bahwa ada yang sedang tidak beres di semesta pikiranku...

Harapan

 Februari kemarin, usiaku tepat 24 tahun Wow memasuki usia yang sangat strategis. Belum terlalu tua untuk bermimpi dan tidak terlalu muda untuk mewujudkannya. Figur ku di umur segini juga yang aku sejak dulu khayalkan. Di benak ku dahulu kala, Hana di umur 24 mengenakan kaus, kemeja kotak-kotak yang tidak dikancing, celana jins, dan sedang berjalan ke sana ke mari mencari bahan berita. Hehe baru ngeuh, aku kok dulu gak bermimpi jadi pejabat atau apa gitu yang kerjanya gak panas-panasan :) Di benak ku dulu, perjuangan itu romantis pisan. Ternyata kenyataannya gak seperti itu adanya. Aku sepertinya gak akan berpakaian kayak gitu, karena kini lebih prefer pakai rok kemana-mana wakakak. Aku juga gak ke sana kemari mencari berita, tapi aku tetap menulis berita dengan mencari informasi di internet wkwk.  Tapi sejauh apa pun mimpiku dahulu dengan kenyataan yang sekarang, aku gak merasa jadi orang yang bermimpi dengan sia-sia. Aku ingat betul mimpi-mimpi ku aku bawa ke dalam doa-doa (...

Akumulasi

 Assalamu'alaikum Sudah lama sekali pengen cerita tentang karier. Tapi bukan bagaimana beratnya ia, atau bagaimana menyenangkannya ia, melainkan betapa dari karier ini aku mengagumi desain kehidupan yang sudah Allah takdirkan. Paling tidak sejak SMP, aku selalu yakin bahwa kita bisa survive  dalam kehidupan bukan karena usaha kita satu-dua jam, bilagan hari, pekan, bulan, atau sejumput tahun. Tapi ada sebuah perjalanan panjang yang menghasilkan individu dengan ragam pikiran, perasaan, dan kekuatan. Momen itu bermula dari kelahiran. Tapi tentu momen tersebut sudah Allah rancang jauh melampaui umur alam semesta. Begini permisalannya, Waktu SMP dulu, aku pernah dianggap pintar. Wow jumawa banget haha. Tapi memang begitu, sebuah implikasi dari mendapatkan posisi di puncak klasemen kelas. Apakah aku benar-benar pintar? Belum tentu. Tapi yang jelas, saat itu aku seringkali merasa apa yang aku capai hari itu bukan karena aku rajin belajar setiap malam. Karena memang tidak rajin :). H...